√ Penilaian Kurikulum
SUMBER |
1. Definisi Evaluasi Kurikulum
Evaluasi yaitu istilah yang sangat sering dipakai dalam dunia kependidikan dan bahkan dalam kehidupan sehari-hari. Istilah penilaian yang kita ambil dari bahasa inggris evaluation sesungguhnya merupakan istilah teknis kependidikan yang relative baru. Pada awal tahun 40-an gres istilah penilaian dipergunakan secara luas. Meskipun demikian tidaklah berarti istilah penilaian menggantikan istilah pengukuran. Juga tidak berarti bahwa istilah pengukuran tidak lagi dipergunakan orang. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 1988)
Evaluasi sanggup diartikan belahan penting dalam proses pengembangan kurikulum, baik dalam pembuatan kurikulum baru, memperbaiki kurikulum yang ada atau menyempurnakan. (Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, 2011)
Kurikulum merupakan belahan dari pendidikan dalam lingkup yang luas. Kurikulum merupakan alat yntyk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Mengevaluasi keberhasilan sebuah pendidikan berarti juga mengevaluasi kurikulumnya. (Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, 2011)
Dari hal diatas sanggup dituturkan bahwa wvaluasi kurikulum merupakan belahan dari penilaian pendidikan yang menusatkan perhatiannya pada program-program yntyk akseptor didik. Kurikulum sebagai acara berguru untuk berguru dengan kebutuhan dan tuntunan masyarakat, anak didik serta perkembangan ilmu dan teknologi. (Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, 2011)
Menurut Hamalik (2009: 253) menyampaikan bahwa banyak jago yang mendefinisikan mengenai penilaian kurikulum, diantaranya yaitu:
1) Morrison menyampaikan gotong royong penilaian yaitu perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan sanggup dipertanggungjawabkan.
2) Dalam buku The School Curriculum, penilaian dikatakan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidik memahami dan menilai suatu kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan menutuskan apakah acara yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan semula.
3) Dalam buku Curriculum Planing and Development, penilaian yaitu proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum. Di dalamnya terdapat tiga macam, yaitu
a. Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai;
b. Untuk mencapai tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang dilakukan;
c. Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu.
Sedangkan Menurut Prof. Dr. H. Wina Sanjaya dalam bukunya yang berjudul “Kurikulum dan Pembelajaran” menjelaskan pengertian penilaian berdasarkan pendapat Guba dan Lincoln bahwa penilaian itu merupakan suatu proses memperlihatkan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan. (2010: 335)
Sepadan dengan klarifikasi di atas, Sukmadinata (1997: 172) pun menyampaikan gotong royong penilaian kurikulum sangat berperan penting dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan, dan juga berperan penting dalam pengambilan keputusan kurikulum. Evaluasi kurikulum itu sulit untuk dirumuskan secara tegas, hal itu disebabkan beberapa faktor berikut:
a. Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
b. Objek penilaian kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan
c. Evaluasi kurikulum merupakan suatu perjuangan yang dilakukan oleh insan yang sifatnya juga berubah.
Kemudian Sukmadinata (1997: 173) melanjutkan kembali bahwa pada tingkat yang informal penilaian kurikulum berbentuk perkiraan, dugaan atau pendapat wacana perubahan-perubahan yang telah dicapai oleh acara sekolah. Sedangkan pada tingkat yang lebih formal penilaian kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan pada tingkat yang sangat formal penilaian kurikulum yaitu berbentuk pengukuran banyak sekali bentuk kemajuan ke arah tujuan yang telah ditentukan.
Suatu penilaian kurikulum harus mempunyai nilai dan penilaian, punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus-menerus, berfungsi diagnostik dan terintegrasi. (Sukmadinata, 1997: 174)
Diadakannya penilaian di dalam proses pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk keperluan:
1. Untuk perbaikan program
Dalam konteks tujuan ini, penilaian lebih merupakan kebutuhan yang tiba dari dalam sistem itu sendiri, lantaran dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.
2. Pertanggungjawaban kepada banyak sekali pihak
Selama dan terutama pada selesai fase pengembangan kurikulum, perlu adanya semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulum kepada banyak sekali pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak tersebut meliputi pemerintah, masyarakat, orang tua, petugas-petugas pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum yang bersangkutan.
3. penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulum sanggup berbentuk tanggapan atas dua kemungkinan pertanyaan: pertama, apakah kurikulum gres tersebut akan atau tidak akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum gres tersebut akan disebarluaskan ke dalam sistem yang ada? Pertanyaan kedua ini dipandang lebih sempurna untuk diajukan pada selesai fase pengembangan kurikulum.
Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) akseptor didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan sikap yang positif pada diri akseptor didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75%) lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila materi masuk secara merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangungan.
Kemudian berdasarkan Tim MKDP Kurikulum & Pembelajaran (2011: 108) menyampaikan bahwa penilaian merupakan belahan penting dalam proses pengembangan kurikulum, baik dalam pembuatan kurikulum baru, memperbaiki kurikulum yang ada atau menyempurnakannya.
Jadi, Evaluasi kurikulum merupakan salah satu komponen kurikulum yang perlu dikuasai oleh guru sebagai pelaksana kurikulum.
2. Landasan Evaluasi Kurikulum
a. Akuntabilitas Legal
Akun tabilitas legal berkaitan dengan kegiatan pengembangan kurikulum yang sevara hokum sanggup dipertanggung jawabkan. Artnya, kebiatan pengembangan kurikulum tersebut haruslah merupakan kegiatan yang sevara hokum sah baik saat proses konstruksi kurikulum, implementasi kurikulum, dan penilaian kurikulum. Setiap kegiatan yang terjadi dihentikan melanggar info ibarat duduk masalah agama, budaya, social, ekonomi, jenis kelamin, keturunan dan sebagainya. Sebagai contoh: apabila peraturan pemerintah ada perundang-undangan yang melarang mereka yang tuna dipisahkan pendidikannya dari mereka yang tidak tuna, maka kurikulum yang sama harus dikembangkan untuk mereka yang tidak tuna dengan yang tuna. Adalah suatu pelanggarang hokum dan mengakibatkan kuri,ulum tersebut tidak mempunyai akuntabilitas legal jka kurikulum itu hanya dikemgangkan dan diberlakukan bagi mereka yang tidak mempunyai ketunaan. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 58)
b. Akuntabilitas Akademik
Akuntabilitas akademik berkatian dengan filosofi, teori, prinsip dan mekanisme yang dipakai dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan fundamental yang dikemukakan dalam akuntabilitas akademik yaitu apakah filosofi, teori, ptinsip dan mekanisme yyang dipakai dalam pengembangan kurikulum sanggup dipertanggung jawabkan sebara akademik. Artinya, apakah filosofi yang dipakai yaitu filosofi yang dikenal oleh dunia akademik. Jika dikenal maka tentu saja substantive dari filosofi tersebut sanggup dikaji dan mungkin saja dibahas dalam banyak buku. Jika filosofi tiu baru, maka akuntabilitas akademik yaitu akintabilitas yang tidak saja berkait dengan kepentingan public tetapi juba dengan kelompok komunitas pengembang kurikulum. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 60)
c. Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas finansial yaitu akntabiitas yang dianggap sebagai cikal bakal lahirnya konsep akuntabilitas. Secara fundamental akuntabilitas finansial berkenaan dengan pertanggung jawaan keuangan yang diperoleh untuk pengembangan suatu kurikulum. Dalam pertanggung tanggapan ini maka setiap rupiah yang diterima harus sanggup dipertanggung jawabkan berdasarkan mekanisme yang berlaku, jumlah uang untuk suatu aktivitas, dan efisiansi penggunaan uang. Pertanggung tanggapan berdasarkan mekanisme yaitu pertanggung tanggapan berkenaan dengan cara uang itu dibunakan. Peratuang-peraturan semacam itu harus dipahami olrh para pengembang kurikulum terutama mereka yang secara khusus bertanggung jawab mengenai duduk masalah keuang. Jika mekanisme penggunaan uang menghendaki adanya tiddakan tertentu dalam mekanisme tersebut, katakana tanda terima dari mereka yang mendapatkan uang, siapa yang berhak dan tidak berhak mendapatkan uang, dan juga barang apa yang boleh dibeli dan apa yang tidak dibeli. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 62)
Pertanggung tanggapan mengenai jumllah uang yaitu pertanggung tanggapan mengenai berapa besar uang yang diterima, bessarnya jumlah uang yang dibelanjakan untuk suatu kebiatan, suatu barang, atau honor. Efisiensi penggunaan uang berkenaan dengan permasalahan apakah uang uyang dibelanjakan memberi hasihl yang sebesar-besarnya. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 63)
d. Akuntabilitas Pemberian Jasa
Akun tabilitas ini seperti merupakan suatu yang gila dalam dunia pendidikan terlebih kurikulum. Lembaga pendidikan dan kurikulum secara tradisional memperlihatkan pelayanan terhadap para akseptor didik tanpa perlu menegakkan akuntabilitas dibidang ini. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 64)
Dimensi akuntabilitas sumbangan jasa yang berkenaan dengan kurikulum memang bukan mempertanyakan duduk masalah angka partisipasi. Dimensi akuntabilitas sumbangan jasa kurikulum mempertanyakan akapakh kurikulum dalam proses impelmentasi telah terealisasi dengan sebaik-baiknya. Dalam kontaks ini maka pertanauan utama ebaluasi kurikulm daladah apakah guru telah terealisasi dengan sebaik-baiknya. Dalam konteks ini maka petanyaan utama ebaluasi kurikulum yaitu apakah guru telah memperlihatkan pelayanannya dengan sebaik-baiknya, akapah akomodasi dan kondisi serta suasana kerja mendukung guru untuk memperlihatkan pelayanan yang sebaik-bainya, apakah lingkungan kerja mendukung sumbangan jasa pelayanan maksimal dari guru tercipta, apakah insentif yang tersedia bisa mendukung sumbangan jasa pelayanan maksimal dari buru, dan sebagainya. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 64)
e. Akuntabilitas Dampak
Dampak yaitu focus yang sanggup dianggap gres dalam dunia penilaian kurikulum, pada masa awal kehadiran ebaluasi kurikulum sebagai suatu bidang studi dan bidang pekerjaan, dampak belum menjadi suatu bidang studi dan bidang pekerjaan,dampak belum menjadi kepedulian apalagi focus ebaluasi kurikulum. Pada saar sekarang, dampak sudah merupakan suatu yang menerima perhatian penilaian kurikulum lantaran kuriklum tidak saja berkenaan dengan hasil berguru yang dimiliki akseptor didik. Kurikulim harus pula memperlihatkan alhasil dalam bentuk dampak pada masyarakat dan pada kualitas lulusan sesudah beberapa waktu mereka berada dimasyarakat. Hal ini mengandung arti bahwa hasil berguru yang diperoleh akseptor didik dari suatu kurikulum harus sanggup diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 66)
Dengan demikian, kalau ebaluasi kurikulum hatus sanggup mengungkapkan imbas dari suatu kurikulum dimasyarakat maka kurikulum itu harus berkaitan demgan kehidupan masyarakat. Kurikulum mustahil mempunyai dampak terhadap masyarakat kalau kurikulu terpisah darik kehidupan masyartakat. Kurikulum yang imun terhadap imbas masyarakat dan tidak memperhitungkan masyarakat yang dilayanainya akan sangat mustahil mempunyai dampak terhadap masyarakat. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 66)
3. Tujuan Dan Fungsi Evaluasi Kurikulum
a. Tujuan Evaluasi Kurikulum
Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk menyelidiki tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Indicator kinerja yang akan dievaluasi disini yaitu efektivitas program. Dalam atri luas ebaluasi bisaksudkan untuk menyelidiki kinerja kurikulum sevara keseluruahan ditinjau dari banyak sekali kriteria. Indicator kinerja yang diebaluasi yaitu efektivitas, terlbansi, efisiendi, dan kelaikan program. Diadakannya penilaian diadalam prises pengembangan kurikulum dimaksudkan untuk keperluan: (Arifin, 2011, hal. 268)
1. Untuk memperbaiki program.
Dalam konteks, tujuan ini, peranan ebaluasi lebih bersifat konstruktif, lantaran informasi hasil ebaluasi dijadikan imput bagi perbaikan yang dibutuhkan didalam acara kurikulum yang sedang dikembangkan. Disini ebaluasi lebih merupakan kebutuhan yang tiba dari dalam system itu sendiri, katena dipandang sebagai factor yang memnungkinkan divcapai hasil perkembangan yang optimal dari system yang bersangkutan.
2. Pertanggungjawaban kepada banyak sekali pihak
Selama dan terutama pada selesai fase pengembangan kurikulum, perlu adalnya semacam pertanggungjawaban dari pihak pengembang kurikulun kepada banyak sekali pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang simaksud mencakup, baik pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan kurikulum tersebut maupunpihak yang akan menjadi konsumen dari kutikulun yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak-pihak tersebut meliputi pemerintah, masyarakat, orang tua, petugas-petugas pendidikan, dan pihak-pihak lainnya yang ikut menspornsori kegiatan pengembangan kurikulum.
3. Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan kurikulun sanggup berbentuk tanggapan atas dua kemingkinan pertanyaan: pertama, apakah kurikulum gres tersebut akan atau tidak akan disebarluaskan ke dalam system yang ada? Kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula kurikulum gres tersebut akan disebarluaskan kedalan system yang ada.
Sedangkan Menurut Tim MKDP Kurikulum & Pembelajaran (2011: 110-111) menyampaikan bahwa penilaian kurikulum dimaksudkan untuk menyelidiki tingkat ketercapaian tujuan pendidikan yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan. Indikator kinerja yang akan dievaluasi di sini yaitu efektivitas program. Dalam arti luas penilaian kurikulum dimaksudkan untuk menyelidiki kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari banyak sekali kriteria. Indikator kinerja yang dievaluasi yaitu efektivitas, relevansi, efisiensi. Diadakannya penilaian dalam acara kurikulum ini bertujuan untuk:
a) Untuk Kebaikan Program
b) Pertanggungjawaban kepada Berbagai Pihak
c) Penentuan Tindak Lanjut Hasil Pengembangan
b. Fungsi Evaluasi Kurikulum
Menurut zainal arifin (2009) fungsi efaluasi sanggup dilihat dari kebutuhan akseptor didik dan guru, yaitu:
1. Secara psikologis, akseptor didik selalu membutuhkan untuk mengetahui hingga mana kegiatan yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Secara sosiologis, penilaian berfungsi untuk mengetahui apakah akseptor didik seudah cukkup bisa untuk terjun ke masyarakat.
3. Secara didaktis-metodis, penilaian berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan akseptor didik pada kelompik tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya masing-masing serta membantu guru dalam perjuangan memperbaiki kurikulum.
4. Evaluasi berfingsi untuk mengetahui status akseptor didik diantara teman-temannya, apakah ia termasuk anak yang pandai, sedang atau kurang pandai.
5. Evaluasai berfungsi untuk mengerahui taraf kesiapan akseptor didik dalam menempuh acara pendidikannya.
6. Evaluasi berfungsi membantu guru dalam memperlihatkan bimbingan dan seleksi, baik dalam rangka memilih jenis pendidikan, jurusan, maupun kenaikan kelas.
7. Secara administrative, penilaian berfungsi untuk memperlihatkan laporan wacana kemajuan akseptor didik kepada orang tuan, pejabat pemerintah yang berwnang, kepala sekolah, guru-guru dan akseptor didi itu sendiri.
4. Pendekatan Kreiteria Evaluasi Kurikulum
a. Pendekatan Kriteria Pre Ordinate
Dalam membuatkan kriteria penilaian kurikulum, pendekatan pre-ordinari mempunyai dua karekteristik. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 73)
1. Kriteria ditetapkan pada waktu kegiatan penilaian belum dilaksanakan. Kriteria ini bersifat mengikat katena dipergunakan semenjak awal ditetapkan hingga kegiatan penilaian selesai.
2. Keriteria tersebut tidak dikembangkan dari karakteristik kurikulum yang dievaluasi lantaran sudah dianggap baku. Kriteria tersebut dikembangkan berupa instrument penilaian yang berafiliasi dengan kurikulum sebagai hasil belajar
b. Pendekatan Kriteria Fidelity
Pendekatan ini juga menggunakan kriteria yang dikembangkan sebelum evaluator terjun ke lapangan. Jika dilihat dari alat penilaian yang udah siap sebelum ke lapaangan, pendekatan fidelity sama dengan pendekatan pre-ordinat, tetapi antara keduanya terdapat perbedaan yang prinsip mengenai hakikat alat ebaluasi yang digunakan. Pendikatan fidelity tidak menggunakan kriteria yang bersifat umum. Kriteria yang dikembangkan berasal dari kurikulum itu sendiri. Sebelum evaluator membuatkan alat evaluasinya, ia harus mempelajari secara mendalam karakteristik kurikulum yang akan dijadikan objek ebaluasi. Berdasarkan karakteristik tersebut, evaluato membuatkan kriteria yang kemudian dijadikan alat evaluasinya. Evaluator tidak selalu harus membuatkan alat evaluasinya bila alat yang tersedia memang didesain yntuk kurikulum yang dievaluasinya. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 80)
c. Pendekatan Kriteria Mutuallu Adaptive
Sesuai dengan namanya, penilaian yang menggunakan pendekatan ini dalam pengembangan kriterianya menggunakan sumber gabungan. Ia menggunakan kriteria baik yang dikembangkan dari karateristik kurikulum yang dihadikan ecaluasi maupun dari luar. Kriteria dari luar kurikulum tersebut sanggup saja berasal dari suatu pandangan teoritis tertentu ibarat pada pengembangan kriteria berdasarkan pendekatan pri-ordinat. Kriteria luar itu sanggup pula berasal dari lapangan, terutama dari para pelaksana dan pemakai kurikulum ibarat yang nantinya dipakai dalam pengembangan kriteria berdasarkan pendekatan proses. Dengan perkataan lain, pengembangan kriteria berdasarkan pendekatan adonan merupakan sistesis di sini terutama dilihat dari kesatuan kriteria yang dugunakan dalam evaluasi, jadi bukan berdasarkan pandang mengenai bagian-bagian yang membentuk satukriteria tertentu. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 87)
Dalam studi mengenai implementasi kurikulun, pendekatan adonan ini dikembangkan oleh para peneliti dari tand-mcnally corporation. Sepeti dilaporkan berman dan mclaughlin (1976:350) berdasarkan pendekatan ini, keberhasilan suatu implementasi kurikulum diukur berdasarkan kondisi-kondisi berikut ini: (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 81)
1. Keberhasilan yang dihayati mereka yang terliba dalam pengembangan kurikulum
2. Perubahan prilaku baik dalam jenis maupun dalam besarnya yang terjadi pada para guru dan pelaksana administrative sebagaimana dinyatakan oleh para pengembang kurikulum.
3. Fidelity implementasi yang menyatakan seberapa jauh kurikurum sebagai planning telah dilaksanakan dalam bentuk kurikulum sebagai kegiatan.
d. Pendekatan gabungan
Evaluasi dengan pendekatan ini mengunakan sumber gabungan, yaitu suatu kriteria baik yang dikembangkan dari katakteristik kurikulum maupun dari luar. Kriteria dari luar kurikulun tersebut sanggup saja berasal dari suatu pandangan teoritis tertentu ibarat pada pada pengemgangan kriteria berdasarkan pendekatan pre-ordinate. Kreteria luar itu sanggup pula berasal dari lapangan, terutama dari para pelaksana dan pemakai kurikulum, ibarat yang mantinya dipakai dalam pengembangan kriteria berdasarkan pendekatan proses. Pengembangan kriteria berdasakan pendekatan adonan merupaka sistesis antara pendekatan pre-ordinate, fidelity, dan proses. Pengertian sintesis di sini teutama dilihat dari kesatuan kriteria yang dipergunakan dalan evaluasi, bukan berdasarkan pandangan mengenai bagian-bagian yang membentuk satu kriteria tertentu. (Arifin, 2011, hal. 279)
Berdasarkan pendekatan ini, keberhasilah suatu implementasi kurikulum diukur menurut:
1. Keberhasilan mereka yang terlihat dalam pengembangan kurikulum
2. Perubahan prelaku baik dalam jenis maupun dalam besarna yang terjadi pada para guru dan pelaksana administrative sebagaimana dinyatakan oleh pengembangan kurikulum
3. Fidelity, implementasi yang menyatakan seberapa jauh kurikulum sebagai planning telah dilaksanakan dalam bentuk kurikulum sebagai kegiatan.
e. Pendekatan proses
Dalam aplikasi penilaian kurikulum, pendekatan proses sanggup dikatakan masih relative gres juka dibandingkan dengan dua pendikatan lainnya. Pendekatan proses berkembang sebagai konsekuensi logis dari pandangan gres wacana penilaian dan penggunaan metode naturalistic inquiry atau kualitatif, atau disebut pula dengan nama fonomenologi. Dasar pemikiran pendekatan ini yaitu adanya ketidak puasan terhadap penilaian yang kurang membantru para pelaksana terutama guru. Pengembangan kriteria penilaian yang dilaksanakan sebelum evaluator mengumpulkandata sering kali dirasakan tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan. Pengembangan kriteria dari ebaluator, menciptakan pelaksana kurikulum sileh-olah hanya menjadi objek penilaian dan tidak menerima tempat yang wwajarnya. Seharusnya, penilaian menempatkan mereka sebagai subjek dari kegiatannya.
f. Kriteria Dari Lapangan
Pandangan gres wacana penilaian yang dirasakan kurang membantu para pelksana kurikulum terutama guru. Pemakaian pendekatan kuantitatif yang populer dengan statistic mengakibatkan para guru banyak yang tidak memahaminya sehingga hasil evaluasitersebut menjadi tidak bermakna bagi mereka. Lagi puam, dengan pengembangan kriteria penilaian yang dilaksanakan sebelum evaluator mengumpulkan data seringkali dirasakan tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan. Juga, dalam pengembangan kriteria yang dianggap hanya penting untuk ebaluator, pelaksana kurikulum seperti sekedar mehjadi objek penilaian dan tidak mendapatkan tempat yang sewajarnya. Pandangan dan perasaan mereka tidak sepenuhnya medapat tempat dan perhatian dalam penilaian sedangkan mereka yaitu pelaksana yang bertanggung jawab dan subjek dari kegiatannya. (Hasan: 93)
5. Prinsip Evaluasi Kurikulum
Entuk memperoleh hasil penilaian yang lebih baik, maka penilaian kurikulum harus memperhatikan prinsip-prinsip umum sebagai berikut. (Arifin, 2011, hal. 273)
1. Kontunuitas, artinya penilaian dihentikan dilakukan secara incidental lantaran kurikulum itu sendiri yaitu suatu proses yang kontinu.
2. Konprehensif, yaitu objek penilaian harus diambil secara menyeluruh sebagai haban evaluasi. Misalnya, kalau objek penilaian itu yaitu akseptor didik, maka seluruh aspek kepribadian akseptor didik itu harus dievaluasi.
3. Adil dan objektif, yaitu proses penilaian dan pengambilan keputusan hasil penilaian harus dilakukan sevara adil, yaitu keseimbangan antara teori dan praktik, keseimbangan proses dan hasil, dan keseimbangan dimensi-dimensi kurikulum itu sendiri. Semua akseptor didik harus menerima perlakuan yang sama. Guru juga hendaknya bertindak secara objektif, yaitu menilai apa adanya sesuai dengan fakta yang ada, sesuai dengan kemampuan akseptor didik dan tanpa pilih kasih.
4. Kooperatif, yaitu kegiatan penilaian harus dilakukan atas kolaborasi dengan semua pihak, ibarat orang tua, guru, kepala sekolah, pengawas, termasuk dengan akseptor didik itu sendiri. Hal ini dimaksudkan biar semua pihak merasa puas dengan hasil evaluasi, dan pihak-pihak tersebut merasa dihargai.
Sedangkan Menurut Hamalik (2009: 255) prinsip-prinsip penilaian kurikulum yaitu sebagai berikut:
1. Tujuan tertentu, artinya setiap acara penilaian kurikulum terarah dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan secara terang dan spesifik. Tujuan-tujuan itu pula yang mengarahkan banyak sekali kegiatan dalam proses pelaksanaan penilaian kurikulum.
2. Bersifat objektif, dalam artian berpijak pada keadaan yang sebenarnya, bersumber dari data yang aktual dan akurat, yang diperoleh melalui instrument yang andal.
3. Bersifat komprehensif, meliputi semua dimensi atau aspek yang terdapat dalam ruang lingkup kurikulum. Seluruh komponen kurikulum harus menerima perhatian dan pertimbangan secara seksama sebelum dilakukan pengambilan keputusan.
4. Kooperatis dan bertanggung jawab dalam perencanaan. Pelaksanaan dan keberhasilan suatu acara penilaian kurikulum merupakan tanggung jawab bersama pihak-pihak yang terlibat dalam proses pendidikan, ibarat guru, kepala sekolah, penilik, orang tua, bahkan siswa itu sendiri, di samping merupakan tanggung jawab utama forum penelitian dan pengembangan.
5. Efisien, khususnya dalam penggunaan waktu, biaya, tenaga, dan peralatan yang menjadi unsure penunjang. Oleh lantaran itu, harus diupayakan biar hasil penilaian lebih tinggi, atau paling tidak berimbang dengan materil yang digunakan.
6. Berkesinambungan, hal ini dibutuhkan mengingat tuntutan dari dalam dan luar sistem sekolah, yang meminta diadakannya perbaikan kurikulum. Untuk itu, kiprah guru dan kepala sekolah sangatlah penting, lantaran mereka yang paling mengetahui pelaksanaan, permasalahan dan keberhasilan kurikulum.
6. Model-Model Evaluasi Kurikulum
a. Model Evaluasi Kuantitatif
Midel kuantitatif ditandai oleh ciri yang menonjol dalam penggunaan mekanisme kuantitatif untuk mengumpulkan data sebafai konsekuensi penerapan pemikiran paradigm positivistis. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, padadigma positivism menjadi tradisi keilmuan dalam penilaian terutama memlalui tradisi psikometrik. Tradisi psikometrik menekankan penggunaan mekanisme dan alat penilaian berdasarkan mekanisme yang dikenal dalam pengukuran dan metodologi positibistik. Oleh lantaran itu, model-model penilaian kuantitatif yang idasarkan pada sub-bab ini menekan kan kiprah penting metode kuantitatif dan penggunaan tes. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 168)
b. Model Ekonomi Micro
Model ekonomi mikro intinya yaitu model yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Sebagaimana kebanyakan model kuantitatif, model ekonomi mikro mempunyai focus untama pada hasil. Pertanyaan besar dari model ekonomi mikro yaitu apakah hasil berguru yang diperoleh akseptor didik sesuai dengan dana yang telah dikuluarkan. Levis (1982) yaitu tokoh yang banyak bekerja dalam model penilaian ekonomi mikro. Adalah ada empat model di lingkungan ekonomi mikro yaitu cost-effectiveness, cost-benefit, cost-effective dianggap sesuai dengan kurikulum. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 172)
c. Model Evaluasi Kualitatif
Model penilaian kualitatif menggunakan metodologi kualitatif dalam pengumpulan data evaluasi. Metodologi kualitatif berkembang dari filsafat fonominologi. Selain penggunaan metodologi kualitatif, ciri khas lain dari model penilaian kualitat ialah selalu menempatkan proses pelaksanaan kurikulum sebagai focus utama evalluasi. Oleh katena itu, kurikulum dalam dimensi kegiatan atau proses lebih mendapatkan perhatian dibandingkan dimensi lain suatu kurikulum walaupun harus dikatakan bahwa perhatian utama terhadap prosis tidak mengakibatkan model kualitatif mengabaikan penilaian terhadap dimendi lain. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 172)
Model utama penilaian kualitatif yaitu studi kasus. Dimikian kuatnya osisi studi kasis sebagai model utama dilingkungan penilaian kualitatif sehingga setiap rang berbicara wacana model kualitatif mana nama studi masalah segera munvul dalam kutak memorinya. Padahal dalam kenyataan studi masalah bukanlah satu-satunya model dalam penilaian kualitatif. (Hasan, Evaluasi Kurikulum, 2008, hal. 173)
6. Strategi Evaluasi Kurikulum
Menurut Hamalik (2009: 256-257) Evaluasi sangatlah penting, lantaran memperlihatkan informasi dalam proses pembuatan keputusan. Untuk itu, taktik penilaian dikembangkan berdasarkan asumsi-asumsi berikut:
a. Mutu acara bergantung pada mutu keputusan yang dibuat;
b. Mutu keputusan bergantung pada kemampuan manager untuk mengidentifikasi banyak sekali alternatif yang terdapat dalam banyak sekali situasi keputusan, melalui banyak sekali pertimbangan yang seksama;
c. Dalam pembuatan keputusan yang seksama, dibutuhkan informasi yang sempurna dan sanggup dipercaya;
d. Pengadaan informasi tersebut memerlukan alat yang sistematis;
e. Proses pengadaan informasi bagi pembuatan keputusan erat hubungannya dengan konsep penilaian yang digunakan.
Hamalik (2009: 257-258) melanjutkan kembali gotong royong secara lebih jelas, penilaian bertujuan untuk menyediakan informasi bagi pembuat keputusan. Berkaitan dengan hal ini, ada empat jenis keputusan yang perlu dipertimbangkan dalam menilai suatu program, yaitu:
a) Keputusan-keputusan perencanaan yang ditujukan bagi perbaikan yang dibutuhkan pada kawasan tertentu, tujuan umum, dan tujuan khusus;
b) Keputusan-keputusan pemrograman khusus yang berkenaan dengan prosedur, personel, fasilitas, anggaran biaya, dan tuntutan waktu dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan;
c) Keputusan-keputusan pelaksanaan (implementasi) dalam mengarahkan kegiatan yang telah deprogram;
d) Keputusan-keputusan acara perbaikan yang meliputi banyak sekali kegiatan perubahan, penerusan, terminasi dan sebagainya.
7. Keterkaitan antara Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum
a. Evaluasi Kurikulum dan Sistem Kurikulum
Hamalik (2009: 254) menyampaikan gotong royong sebagai suatu belahan dari sistem penilaian pendidikan sekolah, secara fungsional penilaian kurikulum juga merupakan belahan dari sistem kurikulum. Sistem kurikulum mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu pengembangan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, dan penilaian imbas sistem kurikulum.
Evaluasi kurikulum minimal berfokus pada empat bidang, yaitu penilaian terhadap penggunaan kurikulum, desain kurikulum, hasil dari siswa, dan sistem kurikulum. Umpan balik dari penilaian akan memulihkan vitalitas banyak sekali belahan dari sistem kurikulum. Seleksi dan pengorganisasian pihak-pihak pengembangan kurikulum, mekanisme penyusunan, pengaturan dan pelaksanaan kurikulum, fungsi coordinator dalam tim penyusunan, imbas tingkat guru dan kondisi pengajaran terhadap kurikulum, semuanya perlu dievaluasi dan alhasil sanggup memperbaiki sistem kurikulum secara keseluruhan.
b. Evaluasi Kurikulum dan Pengembangan Kurikulum
Hamalik (2009: 254-255) melanjutkan kembali gotong royong kapan diadakan penilaian kurikulum, pada posisi mana dan apa makna penilaian kurikulum pada proses pengembangan kurikulum, merupakan duduk masalah yang menarik bagi para pengembang kurikulum. Evaluasi kurikulum minimal terjadi dua kali, yaitu pada awal dan selesai pengembangan kurikulum. Yaitu biar bisa mengukur perubahan dalam jangka waktu tersebut. Namun alangkah lebih baik hal ini dilaksanakan berturut-turut sepanjang proses pengembangan kurikulum, yakni terdiri dari empat tahapan, yaitu penentuan tujuan pendidikan, pemilihan pengalaman pembelajaran, pengorganisasian pengalaman pembelajaran, dan penilaian imbas pembelajaran.
Pengembangan kurikulum yaitu proses yang meliputi kegiatan untuk melakukan percobaan evaluasi, sehingga kekurangan yang ditemuukan sanggup diperbaiki untuk hasil yang lebih baik. Evaluasi terhadap penyusunan dan perancangan kurikulum sangat sulit dan rumit, serta tidak mempunyai kriteria yang sama.
0 Response to "√ Penilaian Kurikulum"
Post a Comment